Selasa, 03 Maret 2015

oh kasih, kenapa selalu dirimu?

            Aku hanya orang yang sangat pesimis, terkadang rasa pesimis ku menjadi realistis. Aku takan pernah bisa seperti apa yang kamu mau, aku juga bukan seperti masa lalumu yang selalu kamu idamkan di masa depan, bahkan aku bukan gebetan kamu yang selalu memberimu harapan. Aku adalah aku dengan sejuta kerinduanku, dan aku adalah aku yang di kelilingi sejuta kasih sayang tanpa tersampaikan. mengertilah kasih, rindu dan sayang ini hanya untukmu seorang. Terakhir kali aku merindu seperti ini adalah ketika perjumpaan pertama kita, iya, aku rindu perjumpaan pertama kita dan aku rindu senyum dan tawamu disaat kita mulai saling mengenal.
           
            Kasih, apakah aku seorang yang sangat egois, merindukanmu yang dulu hingga sesakit ini, atau apakah aku seorang yang bodoh membiarkan hati ini kosong sejak lama disaat kamu mencampakannya. Apakah kamu sengaja membiarkan aku memohon kepadamu. Sudah sekian lama hari terlewati, sekian banyak orang yang menertawakan rasa rinduku. Aku takan pernah perduli, aku hanya perduli terhadapmu kasih, mengertilah. Terkadang dalam sepiku, rasa rinduku selalu ingin pergi, tapi aku selalu menahannya, aku akui menanam rindu sehebat ini sakit, tapi meluapkannya dan coba menghubungimu itu lebih sakit.
            
            Kasih, apa kamu ingat pertemuan singkat kita terakhir kali, bolehkah aku sedikit bernostalgia di sini. Menancapkan satu luka lagi di salah satu bagian dari hatiku. Membiarkan rasa pedih merangsek masuk ke kerongkonganku hingga aku tersendat. Aku tidak pernah perduli seberapa singkat pertemuan kita waktu itu atau seberapa lama kita memadu kasih, bagiku singkat atau lama semua sama saja, kehilangan itu sama beratnya terlebih kehilangan dirimu.
            
           Malam ini, di bawah hitam pekat dan sedikit taburan bintang di atas sana, sengaja ku coretkan tintaku sedikit, agar semestapun ikut menertawaiku karena berani merindumu hingga sehebat ini. agar kamupun menjadi sedikit peka, ada aku yang masih lancang untuk mengingat memori kenangan kita. Semoga kamu tidak bodoh kasih, selamat malam untuk kamu yang aku rindukan J



Selasa, 27 Januari 2015

Hai Luka, Semoga Cepat Sembuh...

Selamat siang, diluar lagi ujan, hati kamu apa kabarnya ya?

Oh iya, aku punya kabar baik dan kabar buruk buat kamu..

Kamu mau kabar baik atau kabar buruk dulu yang mau aku kasih tau..

Oke, kabar baiknya luka yang dulu sempat kamu tancapkan di hati aku sekarang masih tersisa loh, apa kamu sadar?

Mungkin tidak.

Dan, kabar buruknya adalah aku sendiri gak bisa nyembuhin luka ini.

Kamu sendiri gimana kabarnya?

Sudah bahagia? Apa kamu masih ingat aku? Aku kangen senyum kamu loh.

Semenjak kamu pergi, temenku Cuma luka sama kesepian..

Terkadang kalo aku lagi kesepian, aku ngobrol sama luka..

Kamu mau tau engga? Luka seneng banget ngomongin tentang kamu, karena pas dia mengingatkanku memori tentang kamu, dia sesaat langsung bisa membuatku sesak nafas, padahal aku engga punya asma.

Belakangan, luka pergi meninggalkanku, aku hanya di temani kesepian..

Setiap detik, setiap jam, setiap hari teman setiaku ya cuma kesepian aja.

…………………

Hari ini luka singgah di hatiku lagi, kali ini dia datang membawa rasa sesak yang mendalam dan gondok yang ada di sekitar kerongkonganku bahkan dia datang dengan air mata yang hampir tumpah ini..

Aneh..

Dia datang tidak secara kebetulan memang..

Tidak sengaja pula rasa ingin tahuku berhasil mengundang luka datang kembali..

Hari ini, tepat satu bulan lalu kamu pergi meninggalkan aku, tepat hari ini juga aku tahu kamu sudah bisa tersenyum bahagia dengan kekasihmu yang belakangan aku tahu dia adalah sahabatku..

Semudah itukah.?

Secepet itukah.?

Atau memang kamu dulu benar-benar tidak serius untuk mencintaiku.


Hai luka, selamat datang kembali, semoga kamu cepat sembuh..

Sabtu, 03 Januari 2015

cinta itu rumit

Sini.

Kau dekatkan telingamu padaku..

Kubisikan satu rahasia tentang diriku, dan kamu berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapapun?

Kemudian lelaki, tepatnya teman kecilku berpindah duduknya menjadi dekat denganku, dengan muka yang aneh dan menatap gadis didepan yang asik bermain demprak dengan senyum yang sumringah.
“apakah kamu tahu, aku mengaggap juli itu sebagai pelangi” bisiku sembari senyum

Kemudian teman kecilku itu menatapku dengan serius, dahinya mengkerut

“aneh”

“hahahaha belum selesai lah, kau tahu mengapa aku menganggapnya pelangi?”

Aku berhasil, dia Nampak penasaran.

“tidak, kau memang aneh, tapi teruskanlah”

“kau tahu kapan pelangi itu muncul?”

“setelah hujan, Dan itupun terkadang dia menampakan dirinya”

“benar sekali” kemudian kami menatap juli, aku tersenyum dan rendi menatapku dengan aneh.

“hey, cobalah kau jelaskan padaku, apa maksudmu?”

“hahaha kau penasaran rupanya ren?”

“kau tau sesingkat apa pelangi Nampak? Dan kau tau tidak ada seorangpun bisa untuk mendapatkan nya, terlebih itu dariku”

Kali ini kami memandang juli sembari mengayun-ayunkan kaki diatas sebuah batang pohon yang sudah lama tumbang, dan juli, dia seolah asik dengan permainannya di balik pelangi diatas sana hanya sesekali saja menatap kami berdua.

“oh rupanya kau suka padanya?” rendi menebak-nebak apa maksudku.

Aku akui aku suka padanya, sejak kali aku tau bagaimana itu sebenarnya rasa suka terhadap seseorang, aku menjatuhkan pilihan kepada juli.

“iya ren”

“lalu, kenapa kau menganggapnya pelangi?”

“kau tahu apa akibatnya jika seseorang menaruh rasa suka kepada sahabatnya sendiri?”

“tidak, aku tidak pernah mengerti hal semacam itu, kau tahu, kita masih kelas 2 smp dan hal seperti itu tabuh untuk kita bicarakan” ucapnya

“entah lah, tapi aku begitu menyukainya” kali ini aku coba meyakinkan dia

“kau salah, kenapa tidak kau anggap dia seperti bunga di taman bunga”

“maksudmu?” aku menatapnya dengan serius

“kau harus mengejarnya meski sulit untuk kau kejar, bunga itu pasti kau temukan diantara bunga-bunga yang lain”

Aku mengerti maksudnya, kali ini aku tersenyum menatap juli yang sedang asik bermain sendiri di depan.

“begini saja ren” aku menepuk pundaknya dan kutaruh tangan di pundaknya, kami masih saling menatap juli.

“aku katakan padamu apa yang sering orang dewasa katakan, cinta itu rumit, terlebih lagi cinta kepada sahabat sendiri, semua akan terasa indah di awal, seolah dunia milik kita berdua tapi kau harus tau cepat atau lambat singkat atau panjang kau akan kehilangan sahabat kau sendiri, awalnya penuh dengan canda tawa seolah pasangan kau lah paling sempurna karna mengetahui satu sama lain, tapi seperti layaknya pelangi dikejauhan semua rasa itu, semua canda itu akan hilang”

Rendi mendengarkan ucapanku dengan serius.
“sudahlah kau akan tau pada masanya nanti” aku meyakinkan dia.

Dari arah depan juli menghampiri kami dengan senyum yang lebar, bulu matanya yang tebal itu dan sifatnya yang selalu ceria, dengan nafas yang terburu-buru..

“awas lo” dia coba memisahkan jarak duduk kami berdua, dia duduk di tengah.

“sini minum gue” dengan nada yang cuek

“nih” aku mengambilkan minumnya yang sejak tadi ku pegang dengan tangan satunya.

Kami menatap pelangi dari sebuah lapangan dan duduk di atas batang pohon tempat biasa kami berbagi, juli duduk di tengah dan seperti biasa dia menyenderkan kepalanya di pundak ku, aku tersenyum, rendi menatapku dengan aneh.

Selasa, 30 Desember 2014

sekali lagi kukatakan, aku bukan sok puitis

Sekali lagi aku katakan padamu, aku bukan sok puitis..

Ketika langit jingga senja menyelimuti gentingku, perasaan ku menggaduh, menggaduh segaduh-gaduhnya, tapi sekali lagi aku katakan padamu, aku bukan sok puitis…

Kemarin aku melihat seorang remaja lewat depan rumah ku, menebarkan senyum yang tidak biasa, dengan pakaian tertutup yang anggun dan ke-kinian, bukankah sudah ku katakan tadi, aku bukan sok puitis.

Sekarang aku melihatnya lagi, pandangannya lurus kedepan, tak pernah sedikitpun menoleh kearahku, alis tebalnya dan hidungnya yang mancung itu sungguh membuat aku terpesona.

Esok hari, kubayangkan dirinya lewat di depanku…

Kemudian..

Hitam kian menutupi jingga..

Ramai kian berlalu menjadi kesunyian..

Dan kamu, kamu tak kunjung lewat di hadapanku…

Puluhan jingga sudah berganti dengan hitam pekat dengan taburan setitik cahaya..

Dan kamu tak kunjung juga melewatiku seperti jingga sebelumnya..

Sekarang aku tersadar, aku muak, lagi-lagi aku mendapati harapan palsu ini mengunjungiku untuk kesekian kalinya..

Tidak, kali ini aku katakan padamu ini bukan kesalahanmu, aku tidak muak dengan dirimu..

Aku muak dengan diriku sendiri yang dengan mudahnya mampu berharap orang seperti dirimu..

Iya, memang pantas orang sepertimu untuk diharapkan, dengan sejuta pesona paras mu yang aduhai, lelaki mana pula yang bodoh tidak melihat mutiara yang indah sepertimu..


Aku pernah mengatakannya dari awal bukan? Aku bukan sok puitis, aku hanya berusaha dan sok menutupi kesunyian ku di kala hitam berhasil merenggut jingga, itu saja..

Senin, 29 Desember 2014

Aku jenuh, kamu siapa..?

Aku jenuh, kamu siapa…?

Aku jenuh dengan kesendirian ini.
Aku jenuh dengan hanya melihat kamu dari kejauhan.
Aku jenuh dengan hanya memandang kamu bahagia walau bukan dengan aku.
Aku jenuh, aku jenuh, aku sungguh jenuh…

Aku jenuh, kamu siapa…?

Aku jenuh, entah berapa senja yang kulewati hanya sendiri saja.
Aku jenuh, ketika hanya sebatas mengingatkan.
Aku jenuh, hingga aku lupa seberapa sering aku sejenuh ini.
Aku jenuh, rindu seseorang yang terucap hanya untuk ku.

Aku jenuh, kamu siapa…?

Kamu itu sesempurna apa, membuat aku terpaku hanya kepadamu.
Kamu itu siapa, berani sekali mengalihkan pandangan duniaku.
Kamu itu kenapa, datang namun tak sedikitpun menoleh ke arahku
Kamu itu angin, datang, lewat, dan memberikan kesejukan sesaat